Terik mentari menyengat tubuh ini. Aku masih termenung
sepi larut dalam ilusi. Hidup ini serasa dalam ilusi. Tidak ada lagi yang kurasakan
tentang semua hal lagi. Aku merasa hidupku hampa. Tak ada lagi yang peduli
terhadapku. Tak ada lagi yang menemaniku lagi. Tak ada lagi tawa yang menghiasi
hariku. Tak ada lagi cerita lucu yang mewarnai hidupku. Kini, semuanya sirna. Aku
terbangun dari lamunanku. Tak terasa air menetes dari dalam kelopak mata
kecillku ini. Air mata yang sangat terasa dingin seolah membekukan hatiku. Kulihat
dengan berkaca-kaca halaman luar rumahku. Rumahku ini memang sepi. Tak ada lagi
orang yang tinggal di rumahku kecuali pembantuku dan aku. Tiba-tiba terdengar
suara dari luar memanggilku. Seorang ibu
tua menghampiriku di kamarku pagi ini.
Segera kuusap semua air mataku yang membekas duka. Kemarin baru saja
pemakaman orang tua ku. Orang tuaku meninggal karena kecelakaan dua minggu yang
lalu. Tetapi aku masih tidak percaya dengan pernyataan ini. Karena pada saat di
operasi ada peluru di tubuh ayahku. Berarti ini bisa jadi yang menyebabkan ayah
dan ibuku mengalami kecelakaan karena ditembak oleh sosok yang belum ditemukan
sekarang. Karena ayahkulah yang waktu itu menyetir mobil. Aku masih tidak
terima dengan kematian kedua orang tuaku dengan cara seperti ini. Aku sangat
benci sekali dengan orang yang menembak ayahku. Orang yang membuat aku
kehilangan segala-galanya yang berarti dalam hidupku. Hingga saat ini aku masih
terus mencari siapa pelakunya yang tega melakukan perbuatan ini terhadap orang
tuaku. “Non udah ditunnggu non Flora dari tadi.” Kata mbok mumun pembantuku
dari kecil. Aku hanya mengangguk dan memberi isyarat menyuruhnya agar Flora
untuk menunngguku sebentar. Flora itu sahahabatku sejak SD. Nama panjangnya
Flora Violina Hasanudin. Kita selalu bersama-sama kemanpun kita pergi. Waktu
SMP pun kita sekolah di tempat yang sama. Hingga sekarang kita di SMA yang sama
pula. Bahkan kita satu bangku. Rumah Flora tidak terlalu jauh dari rumahku.
Sehingga Flora sering tidur dan berada di rumahku. Maklumlah rumahnya sepi
seperti rumahku. Karena ayah dan ibunya selalu bekerja mengurus perusahaannya
di luar kota. Demikian juga denganku. Namaku StephiaTifanny Iskandar. Aku lebih
suka dipanggil pity oleh teman-temanku.
Orangtuaku juga sibuk seperti orang tua Flora. Kami sama-sama anak
tunggal juga. Tetapi aku dan Flora selalu bahagia melewati hari-hari bersama.
Ternyata Flora sudah menunggu sejak tadi. Ia sepertinya
sudah sangat merasa bosan menunggu. Namun ia tetap menyimpan rasa itu dan
langsung menyapaku. “Halooo..... bangunn dong? Udah lumutan niich nungguin dari
tadi ?”. aku hanya diam sambil menuruni tangga dengan mata yang masih sembab.
“Sorry La?”. Flora pun jadi ikut sedih melihatku seperti ini. “Ya ampun, enggak
papa kok, jangan sedih gitu terus dong? Jadi ikut mbewek nii,” kata Flora
sambil bercanda. “Iya nich gak tau juga, rasanya masih sebel aja dengan
pelakunya.” Flora tidak ingin sahabat satu-satunya ini bersedih terus-terusan.
“Mesti ketemu kok pelakunya, yang penting sekarang kamu gak boleh sedih lagi.
Kalo kita nayarinya dengan perasaan senang mesti bisa cepat ketemu. Iya gak?
Aku hanya tertawa mendengarnya. “Oke deh, gmana kalo kita sekarang mencarinya
di mall. Kan siapa tahu ketemu di sana?” . akupun terus tertawa melupakan
sejenak tentang itu. “Ada-ada aja kamu La, yang ada disana itu pembeli dan
barang-barang yang dijual, ayoo dehh?? Dari pada dirumah merenung?haaha”
Ini dulu rencanany
prolog sebuah novel aku yang akan aku buat. Tapi, karena ada ide lain jadilah
sebuah prolog cerpen ajja dehh J
Komentar
Posting Komentar