Langsung ke konten utama

Sisi Lain Posbindu #curhatpart1



Hari minggu, bangun pagi itu kadang menjadi hal yang menyebalkan bagi beberapa orang. Apalagi bangun pagi, mandi dan menjalankan aktivitas seperti biasanya. Hal ini pasti juga dirasakan pada kader remaja di daerah rumahku (termasuk aku). Rasanya berat sekali, harus bangun pagi, nyiapin meja, tempat, koordinasi dan lain sebagainya. Hingga tak terasa menjadi sebuah kebiasaan setiap satu bulan sekali.

Ini terjadi minggu kemarin. Rasanya muak sekali mau berangkat posbindu. Lagi-lagi beban moril sebagai penanggungjawab mau tidak mau tetap harus turun ke lapangan. Ternyata pagi kemarin berbeda dari biasanya. Ada banyak hal yang membuat kita berhenti sejenak.Berhenti untuk mengeluh. Berhenti untuk terlalu obsesi. Berhenti untuk selalu ambisius. Berhenti untuk terlalu kapitalis. Kenapa? Apa hubungannya?

Kita lihat memang tidak ada hubungan sama sekali. Tetapi, ketika aku telusuri ada. Mulai dari persiapan. Dimana setiap dusun (oiya Posbindu ini untuk se Pedukuhan yang terdiri dari 3 dusun jadi tempatnya pindah-pindah) memiliki karakter manusia yang berbeda. Dalam setiap orang saja karakternya berbeda kan ya. Aku hidup dimasyarakat yang sangat heterogen mulai dari pendapatan, tingkat pengetahuan, pendidikan, latar belakang, sosial dan watak. Tidaklah mudah untuk menerima semua ini dan bersama-sama saling membangun. Butuh belajar bertahun-tahun untuk menyelaraskan.Setelah persiapan biasanya dilakukan senam kemudian pemeriksaan. Aku biasanya berada di meja 5 untuk konseling dan mobilisasi. Meja 5 ini mengajarkanku banyak hal. Belajar yang tidak aku dapatkan di ruang kelas, organisasi kampus maupun proffesor yang selama ini dilakukan. Aku kadang kalau peserta tidak lebih dari 50 orang akan memposisikan sistem konseling bukan konsultasi. Ini akan lebih mengungkap akar permasalahan yang dihadapi sebenarnya karena posisi konselor dengan peserta sejajar. Tetapi memang butuh waktu lebih lama.

Meja 5 mengajarkan bahwa dalam kehidupan tidak hanya permasalahan kesehatan saja yang kita hadapi. Seperti yang dicurahkan seorang ibu yang memiliki seorang anak. Pada saat anamnesa ibu itu tekanan darahnya tinggi (tidak ada riwayat hipertensi), pusing, dengan recall cukup secara kualitatif. Tetapi, ada  hal lain, ibu itu sedang stress memikirkan anaknya. Anaknya sudah memiliki istri, berhutang handphone dan motor tetapi tidak bisa mengangsur yang kemudian dilimpahkan ke orang tuanya. Aku senang ketika mengetahui akar masalahnya dan si ibu dengan lega setelah menceritakan permasalahan. Mungkin, dulu ketika kuliah hal-hal yang tidak sesuai dengan anamnesa ABCDE harus di skip. Tetapi, menurutku ini justru malah diperlukan.Balik lagi ke klien si Ibu tadi, membuatku tersadar. Aku harusnya bersyukur, bisa tidur nyenyak, tidak kehujanan, dan memiliki hubungan orang tua dan anak yang harmonis. Si Ibu tadi lagi-lagi bilang bahwa memiliki anak yang tidak baik. Mata ibu itu berkaca-kaca ketika menceritakan faktor stress yang dialami. Oh sungguh, ku kaget.Dan masih banyak lagi. Ketika bersama kalangan remaja sering mereka mendekat yang awalnya minta diukur LILA yang berujung curhat. Ada anak yang bilang “mbak, enak ya pintar, dirumah punya fasilitas lengkap, punya banyak buku, sering jalan-jalan”“aku pengen kayak mbak, bisa kuliah, kalo SMK bisa kuliah ga ya mba?”“Mbak caranya pinter ngomong kayak kamu gimana ya mbak?”“Mbak ajarin publik speaking ya”“Mbak kok bisa ikut ini itu gimana e mbak?”Tetapi ada juga yang bilang“Lha kamu enak, apa-apa uda ada, pergi pas hujan ga kehujanan, uang sakunya banyak, semua sayang sama kamu, punya kakek nenek baik banget, om tante uda dianggap anak sendiri”“yang nglindungi kamu banyak bebs, pantes berani-berani aja, kalo kita mana mungkin”“kamu kuliah ga usah mikir gimana dapetin duit buat bayar lo Is, kita kalo ga kerja ga bakal bisa kuliah”“aku pengen jadi kamu, bangun tidur rumah uda bersih, ga pernah disuruh-suruh, ga dimarahin kalo beli barang mahal malah disuruh, bahkan gatau carany nyuci kaos yang bener sampai harus buka youtube”“enak ya beb, dirumahmu ketawa-tawa terus sekeluarga, mana pernah dirumahku”Dan lain-lain.Ini sungguh menohok hati, hal yang selama ini tidak pernah terpikirkan di benak sama sekali. Ternyata benar apa yang kita jalani bisa jadi apa yang mereka impikan. Atau mereka tidak tahu apa yang terjadi dengan sebenarnya. Tetapi dari mereka ku belajar bersyukur, memperbaiki hubungan dengan Tuhan bukan sekedar menuntaskan kewajiban 5 waktu. Mereka menyadarkan pada diri ini kadang lupa untuk berTuhan. Mereka sebagai penyeimbang hidup selama ini tanpa kusadari. Bagaimana mendapatkan kebahagiaan  dengan cara yang unik bukan melulu soal harta. Bersyukur atas apa yang kita punya, berusaha optimal dengan kemauan dan kemampuan terbaik versi kita, dan jangan lupa berserah diri.Di Posbindu dengan berbagai ragam tingkat pendidikan, pendapatan, sosial membuat aku terus belajar. Belajar bagaimana mendengarkan dan mencoba memahami, bagaimana menanggapi supaya dapat diterima pesan kita. Dan yang terpenting adalah belajar kehidupan. Belajar untuk selalu bersyukur. Belajar mengerti dan menjadi tahu bahwa disekitar kita ada hal-hal menyedihkan atau hal-hal yang kurang  yang kadang tidak kita sadari karena kesibukan urusan pekerjaan diluar sana.  Menjadi mengerti arti berbagi yang kadang menurutku tidak ada apa-apanya yang ternyata bagi mereka sangat berarti sambil mengucap syukur. Posbindu belajar menghargai hal-hal yang sangat kecil. Bagaimana kita berbicara dengan orang yang sudah sepuh, bagaimana kita berinteraksi penuh dengan sopan dan sapa.

Pada akhirnya, puji syukur ku haturkan pada Allah SWT, terimakasih kepada orang tua yang selalu mengajarkan sosial salah satu wadahnya di sekitar rumah, di Yayasan Tim Peduli Pendidikan sejak usia tiga tahun, mencontohkan bagaimana beradaptasi, terimakasih juga kepada teman-teman kader posbindu yang sudah menerima aku, selalu ada ketika dibutuhkan, mau berbagi banyak hal tentang kehidupan di masyarakat yang banyak tidak aku tahu, selalu semangat dalam berkarya yang membuatku terus belajar menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama, yang mengingatkan untuk selalu beribadah. Big thanks... 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pantai Gesing dan Ngularan (Teras Kaca) Trip

Hallo guys! Long time no see ya. Kali ini saya akan menyempatkan untuk blogging kembali. Edisi di tahun 2019 ini akan diawali di bulan April yaa. Akan banyak cerita perjalanan saya selama 3 bulan ini. Check this out! Pantai gesing   Nah kali ini saya akan sedikit cerita tentang pantai Gesing dan pantai Nguluran teras kaca yang sempat ngehit sampai sekarang bagi ganis (gadis instagram) di Yogyakarta. Setelah berkutat dengan kerjaan kantor dan barusan pulang dari Sumatera (wah edisi ini nanti ada cerita tersendiri ya) saya dan dua sahabat saya memutuskan secara mendadak untuk trip sehari di Gunung Kidul. Kita memilih di pantai yang dekat dengan Panggang karena jalannya lebih sepi tentunya tidak macet. Bagi warga Jogja yang sudah sering ke Gunung Kidul melewati Jalan Wonosari pasti tahu lah ya gimana rasanya weekend ke Gunung Kidul lewat Jalan Wonosari. Hehehe Kami dari Bantul berangkat pukul 09.00 menuju pantai Nguluran atau yang disebut pantai Teras Kac...

Aku bangga punya mama yang hebat.mama is best of the best :)

Hujan turun membasahi bumi. Percikan air terdengar di telingaku. Sang mentari nampak tak bergairah tuk muncul menerangi kehidupan pagi hari. Ku melangkah dengan tegar mengawali cakrawala kehidupan. Pagi itu sangat lamban, sangat terasa mengantuk dan malas. Namun kata mama kita harus melawan rasa malas yang menempel pada tubuh kita ini. Kita harus membuang jauh-jauh rasa malas itu. Karena rasa malas bagaikan sesuatu yang dapat menghancurkan semua harapan dan impian. Tetapi aku menghiraukannya. Walaupun mama memang benar tetapi aku memilih untuk tetap di kamar pada pagi itu. Darah terus mengalir, detak jantung terus melantun, nadi terus berdenyut, langkah terus berpadu dalam warna-warna kehidupan. Mama setiap hari menasehatiku tentang semua hal ini dan itu. Mama bilang kalau kita bertindak harus berfikir dua kali. Padahal aku selalu berfikir sebelum bertindak. Tetapi yang kurasakan aku tetap salah. Sampai-sampai aku berfikir bahwa ini sungguh tidak adil. Aku kadang merasa benci sam...