Hal yang menegangkan dalam kehidupan remaja SMA berdamai
dengan bus kota. Kamu waktu itu memaksaku untuk belajar menaiki bus kota sampai
kampus tertua kota Jogja bersama Aci yang sudah terbiasa naik bus ke SMP. Aku hanya
pasrah dan memanjatkan doa supaya tidak salah jalur dan tidak diculik oleh
sopir bus kala itu. Pikiran-pikiran liar selalu menghantui tiap detiknya. Aku tidak
mengerti caranya untuk memberhentikan bus kala itu. Aku hanya mengikuti dua
temenku para ahli pengendara bus hingga sampai di pinggir jalan.
Kami harus berjalan ribuan meter untuk sampai ke tempat yang
selama ini hanya ada pada angan. Seorang nenek berada diruangan dengan
pendingin yang begitu nyaring suaranya. Aku mengetuk pintu ruangan itu. Kala itu
dengan wajah dan seragam abu-abu aku memberanikan diri untuk mengatakan tujuan
kami ditempat ini. Aku hampir putus asa karena ditolak kala itu. Tetapi aku
pindah ruangan lain. Aku menemukan seorang laki-laki tua yang sangat ramah dan
peduli dengan apa yang aku katakan. Beliau-beliau itu dosen senior di sebuah
fakultas perguruan tinggi tertua di kota pelajar ini.
Keberanian saat itu mengalahkan semua pesimis yang terus
mengelilingi. Aku semakin konyol untuk melakukan hal-hal yang ketika aku ingat
hanya akan tertawa dan malu sendiri. Aku bersama temanku menemui proffesor tua yang sudah memakai alat bantu pendengar. Dri
balik pintu beliau sedang memarahi mahasiswanya karena datang terlambat. Setelah
mahasiswa keluar, aku memberanikan diri memasuki ruangannya dengan muka takut
berseragam abu-abu. Profesor itu berubah seperti bidadari menyambut seorang
pangeran. Aku diminta menceritakan detail tujuanku memasuki ruangannya. Aku bercerita
dibantu dengan penanya karena pendengaran beliau sedang terganggu. Profesor ini
benar-benar bak bidadari. Ia dengan langkah cepatnya menemui dosen-dosen yang
terkait dengan penelitian yang aku utarakan ke beliau.
Setelah perjalanan panjang aku diizinkan melakukan penelitian
di kampus tertua ini dengan biaya dari beasiswa penelitian SMA yang kami
dapatkan saat kompetisi saat itu. Kami juga menemukan seorang dosen yang sangat
apresiasi dan membantu penelitian ini. Hari demi hari kami lalui. Asisten dosen,
instruktur laboratorium yang selalu kami
repotkan hingga mahasiswa tidak tahu apa-apa menjadi korban kami. Pengalaman anak-anak
ingusan SMA yang tidak akan pernah terbayar oleh apapun.
Melakukan penelitian yang begitu menakjubkan pada zaman itu,
Penelitian yang menurut seorang guru biologi kelas kami setingkat tesis. Penelitian
yang tak akan pernah selesai karena kami bukan siapa-siapa. Kami hanyalah anak
abu-abu yang masih buta akan metode-metode pengambilan sampel kala itu.
Sekarang itu semua tinggalah kenangan bagiku. Keberanian-keberanian
itu hanya tinggal kenangan yang terus menghujam. Angan-angan kejadian itu
terulang kembali di bangku kuliah sangatlah tipis. Keberanian itu serasa hilang
tertelan oleh sistem yang ada di lingkungan ini. Harusnya aku cari dan temukan
keberanian itu lagi.Hal yang menegangkan dalam kehidupan remaja SMA berdamai
dengan bus kota. Kamu waktu itu memaksaku untuk belajar menaiki bus kota sampai
kampus tertua kota Jogja bersama Aci yang sudah terbiasa naik bus ke SMP. Aku hanya
pasrah dan memanjatkan doa supaya tidak salah jalur dan tidak diculik oleh
sopir bus kala itu. Pikiran-pikiran liar selalu menghantui tiap detiknya. Aku tidak
mengerti caranya untuk memberhentikan bus kala itu. Aku hanya mengikuti dua
temenku para ahli pengendara bus hingga sampai di pinggir jalan.
Kami harus berjalan ribuan meter untuk sampai ke tempat yang
selama ini hanya ada pada angan. Seorang nenek berada diruangan dengan
pendingin yang begitu nyaring suaranya. Aku mengetuk pintu ruangan itu. Kala itu
dengan wajah dan seragam abu-abu aku memberanikan diri untuk mengatakan tujuan
kami ditempat ini. Aku hampir putus asa karena ditolak kala itu. Tetapi aku
pindah ruangan lain. Aku menemukan seorang laki-laki tua yang sangat ramah dan
peduli dengan apa yang aku katakan. Beliau-beliau itu dosen senior di sebuah
fakultas perguruan tinggi tertua di kota pelajar ini.
Keberanian saat itu mengalahkan semua pesimis yang terus
mengelilingi. Aku semakin konyol untuk melakukan hal-hal yang ketika aku ingat
hanya akan tertawa dan malu sendiri. Aku bersama temanku menemui proffesor tua yang sudah memakai alat bantu pendengar. Dri
balik pintu beliau sedang memarahi mahasiswanya karena datang terlambat. Setelah
mahasiswa keluar, aku memberanikan diri memasuki ruangannya dengan muka takut
berseragam abu-abu. Profesor itu berubah seperti bidadari menyambut seorang
pangeran. Aku diminta menceritakan detail tujuanku memasuki ruangannya. Aku bercerita
dibantu dengan penanya karena pendengaran beliau sedang terganggu. Profesor ini
benar-benar bak bidadari. Ia dengan langkah cepatnya menemui dosen-dosen yang
terkait dengan penelitian yang aku utarakan ke beliau.
Setelah perjalanan panjang aku diizinkan melakukan penelitian
di kampus tertua ini dengan biaya dari beasiswa penelitian SMA yang kami
dapatkan saat kompetisi saat itu. Kami juga menemukan seorang dosen yang sangat
apresiasi dan membantu penelitian ini. Hari demi hari kami lalui. Asisten dosen,
instruktur laboratorium yang selalu kami
repotkan hingga mahasiswa tidak tahu apa-apa menjadi korban kami. Pengalaman anak-anak
ingusan SMA yang tidak akan pernah terbayar oleh apapun.
Melakukan penelitian yang begitu menakjubkan pada zaman itu,
Penelitian yang menurut seorang guru biologi kelas kami setingkat tesis. Penelitian
yang tak akan pernah selesai karena kami bukan siapa-siapa. Kami hanyalah anak
abu-abu yang masih buta akan metode-metode pengambilan sampel kala itu.
Sekarang itu semua tinggalah kenangan bagiku. Keberanian-keberanian
itu hanya tinggal kenangan yang terus menghujam. Angan-angan kejadian itu
terulang kembali di bangku kuliah sangatlah tipis. Keberanian itu serasa hilang
tertelan oleh sistem yang ada di lingkungan ini. Harusnya aku cari dan temukan
keberanian itu lagi.
7.21
05-11-2016
Komentar
Posting Komentar