Syukur Selalu Surat untuk Diriku Tidak menyangka ya Is, kita telah melewati lika-liku hidup. Terimakasih ya telah mau diajak berjuang dan memulai hal yang baru di tahun 2020. Tidak terasa Januari, Februari telah kita lewati. Dan Maret akan segera berakhir. Terimakasih telah menjadi kuat. 2020 awal masuk dunia administrasi birokrat yang selama ini aku hindari. Dunia yang ternyata menguras energi, air mata dan penuh challange. Aku ingat banget ketika berkata “Yes, I do” di ruang Aula tempat aku bekerja. Sejak saat itulah hidupku berubah total. Birokrat. Awal-awal terasa sangat berat ditambah rutinitas yang begitu membosankan. Tidak ada teman berbagi (mencurahkan keluh kesah) menjadi kendala bagi seorang ekstrovert sepertiku. Januari menjadi awal yang sangat berat. Rancangan anggaran yang terus revisi, administrasi yang begitu panjang proses dan tingakatannya, ditambah powerless anak baru yang seakan harus wajib aku jalani. Ingat banget harus menjalankan tugas rumahan yang
Hari minggu, bangun pagi itu kadang menjadi hal yang menyebalkan bagi beberapa orang. Apalagi bangun pagi, mandi dan menjalankan aktivitas seperti biasanya. Hal ini pasti juga dirasakan pada kader remaja di daerah rumahku (termasuk aku). Rasanya berat sekali, harus bangun pagi, nyiapin meja, tempat, koordinasi dan lain sebagainya. Hingga tak terasa menjadi sebuah kebiasaan setiap satu bulan sekali. Ini terjadi minggu kemarin. Rasanya muak sekali mau berangkat posbindu. Lagi-lagi beban moril sebagai penanggungjawab mau tidak mau tetap harus turun ke lapangan. Ternyata pagi kemarin berbeda dari biasanya. Ada banyak hal yang membuat kita berhenti sejenak. Berhenti untuk mengeluh. Berhenti untuk terlalu obsesi. Berhenti untuk selalu ambisius. Berhenti untuk terlalu kapitalis. Kenapa? Apa hubungannya? Kita lihat memang tidak ada hubungan sama sekali. Tetapi, ketika aku telusuri ada. Mulai dari persiapan. Dimana setiap dusun (oiya Posbindu ini untuk se Pedukuhan yang terdiri dari 3 dus