Langsung ke konten utama

Kuliah Saya

Tahun 2012 saya memimpikan mendapatkan dosen seperti yang ada didepan saya persis kala itu. Waktu saya nekat masuk di Fakultas Biologi di salah satu universitas. Saya bertemu dengan seorang dosen di ruangannya untuk menanyakan hal. Anehnya beliau menerima dengan senang hati. Saya menceritakan maksud dan tujuan saya. Alhasil beliau mampu membantu, tetapi saya juga harus menghubungi dosen lainnya karena dosen tersebut tidak mengampu matkul itu (beliau menginginkan yang sekalian dibidangnya). Wonderfull banget. Kemudian saya menghubungi dosen dibagian kimia sesuai dengan penelitian saya dan teman saya. Dosen tersebut terlihat sibuk sekali tetapi masih mau menerima tamu. tetapi dosen tersebut menolak. Ok, baiklah. Tapi pada suatu hari saya menemukan dosen yang sudah tua (nenek-nenek) yang sebelumnya telah memarahi mahasiswanya karena terlambat janjian. Saya memasuki ruangan beliau dan beliau meminta untuk menulis kemauan saya (beliau sudah memakai alat bantu mendengar). Karena waktu itu saya takut, jadi suaraku jadi lirih. Asli beliau ternyata proffesor baik banget dan mau membantu (apalah aku yang anak SMA). Beliau sangat menghargai apa yang ada dipikiran kita. Meskipun sangat susah beliau untuk mendengar. Akhirnya beliau memanggil dosen yang kemarin menolak saya dan mencarikan tempat penelitian (laboratorium) yang sesuai dengan penelitian saya. Anak SMA yang nekat. Akhirnya saya menemukan dosen yang baru S2 di bagian fisiologi. Beruntung banget ketemu beliau. Setiap hari sepulang dari sekolah saya selalu berdiskusi dengan beliau. Hingga pada akhirnya saya diarahkan untuk ke bagian anatomi dan histologi. Asli disana dosennya baik-baik banget. 1 bulan saya peneltian bersama beliau dan dibantu para instruktur yang pendidikannya setara dosen. Welcome banget. 

Makanya waktu saya kelas III bermimpi banget ingin kuliah karena akan bertemu dosen seperti mereka. Tapi semua sirna. Saya tidak mendapatkan tempat yang sesuai dengan keinginan saya dan passion saya. Sedih banget kala itu. Tapi saya masih berharap mendapatkan dosen seperti mereka. Saya akhirnya melanjutkan hidup (hahaha) tapi ternyata mimpi itu hanyalah sebuah mimpi. Saya tidak mendapatkan dosen yang saya harapkan. Bahkan saya sampai berkali-kali intropeksi diri dan menanyakan pada semua mahasiswa diluar yang mendapatkan dosen seperti harapan saya. Bagaimana sikap mereka terhadap dosen sampai hal-hal detail yang dilakukan. Saya sudah melakukannya tapi hasilnya nihil. Kalau dibilang sedih, pasti iya. Saya nangis kala itu. 

Pertempuran saya dimulai ketika semester 3. Selama dua semester saya menerima semuanya sebagai bagian belajar. Belajar menerima dosen yang diktator. Beliau selalu benar dan saya selalu salah. 2 semesster yang dianggap seperti kerbau. Akhirnya saya muak. Tetapi tidak ada yang tahu tentang semua ini waktu itu. Orang tua juga tidak tahu. Yang mereka tahu saya baik-baik saja sesuai dengan keinginan saya.

Pada saat semester 3 saya dikatain bahkan disindir habis-habisan dikelas. Didalam hati saya marah, mengumpat bahkan balik ngatain dalam hati "ini dosen ga punya etika". Saya sakit hati meskpiun beliau pada akhirnya bilang cuma bercanda. Tapi jijik banget gak lucu sama sekali. Saya dikatain kan cepat mati kelak, bahkan sahabat saya dikatain seperti anjing. DAN ITU DI DALAM KELAS. What do you mean? Tapi, saya berusaha menganggap angin lewat dan membuktikan saya lebih baik dari beliau. Saya tidak minta makan beliau, saya tidak pernah bertanya pada beliau. Saya belajar sendiri, cari teman yang expert dibidang beliau. Privat bahkan cari di you tube sekalipun. Dan saya akhirnya lulus di matkul beliau yang kalau ngajar (so bad, i think) dengan nilai memuaskan. Dan beliau tetap tidak menganggap saya. OK FINE. 
Suatu hari, gantian teman saya izin karena ikut duta HIV/AIDS beliau membela-bela kebenarannya. Lah kemarin saya ikut delegasi perwakilan untuk MUNAS mahasiswa gizi seindonesia dihina habis-habisan? WHAT DO YOU MEAN, SIR? Asli sampai sekarang saya tidak ikhlas sama sekali. Saya tidak akan melupakannya. Dihinanya di kelas pula? waktu itu masih semester 3 pula!! Saya benci banget pada akhirnya. Tetapi saya tetap menerima karena sudah terlanjur masuk dan dibiayai orang tua bukan uang saya sendiri.

Akhirnya, orang tua saya tahu bagaimana sistem belajar saya selama kuliah pada waktu itu. Bagian pendidikan di kampus saya salah menelepon ayah saya mengenai peserta didik yang tidak masuk. Waktu itu ayah saya sampai datang kekampus karena saya tidak mengangkat telepon yang waktu itu sedang praktik biokimia. Dan ternyata salah. Ayah saya sendiri yang harus mengecek absennya (BETAPA MEMALUKANNYA). Akhirnya semua saya ceritakan kepada orang tua saya mengenai sistem dikampus saya pada semester 4. Mereka kecewa jujur. Karena sudah terlanjur, mereka tidak akan mengulangi lagi sembarangan memilihkan sekolah bagi anak-anaknya lagi. 

Terus setiap saya ikut lomba, tidak pernah yang namanya ada dana. Bahkan ketika mau dikasih dana, kita harus dimarahin habis-habisan kayak kerbau. Sampai saya pernah nahan nangis waktu itu (soal perjalanannya pernah saya upload). Dan saya selalu bersykur karena orang tua saya selalu mendukung dan mau membiayai. Saya bahkan untuk perjalanan sampai diluar kota kalau saya malas saya tidak melapor ke kemahasiswaan pusat. Terlalu menyakitkan bagi saya. Saya menabung memakai uang sendiri untuk ikt general stadium, pelatihan, leadership, bahkan MUSWIL pun pakai biaya sendiri. 

Saya tidak pernah memperdulikan IP saya. Saya lebih suka mengkuti kegiatan diluar kampus yang menurut saya sangat bermanfaat ketika saya lulus. Bahkan saya telah ditawari bekerja bersama mereka. Its so awesome. Meskipun saya didalam diinjak-injak tetapi saya masih bersyukur dapat berinteraksi dengan dosen-dosen diluar yang lebih mendukung. Saya tidak pernah menceritakan kepada mereka kalau dosen saya tidak seperti yang saya bayangkan. Biarkan saja menjadi pembelajaran bagi saya dan orang tua saya. IP bonus bagi saya. Karena apa? Hasil IP kebanyakan dari anak didiknya bukan mutlak yang ada didalam otaknya (saya harap pembaca mengerti).

Puncaknya, ketika saya harus memohon-mohon untuk mencari pembimbing PKM. Lagi-lagi saya harus bersama dosen yang ngatain saya waktu semester 3. Asli saya diadu domba. Beliau tidak mau membimbing saya karena tidak ada suratnya. Asli kayak hewan waktu itu saya. Saya melaporkan ke bagian penelitian dan akhirnya saya bilang saya tidak apa-apa apabila saya tidak dibimbing, tetapi saya butuh tanda tangan sekarang juga. Akhirnya beliau mau membimbing saya ketika dosen koordinator penelitian mendatangi beliau dan berasa diadu domba. Dosen tersebut bangga banget atas apa yang saya lakukan. Ingin rasanya saya mengumpat tetapi pencitraan sebagai manusia baik saya nanti hilang. Hahaha

Saya sedih banget. Kayaknya kok gak adil ya rasanya? Sudahlah, Tuhan maha adil. Banyak kejadian disini yang membuat saya belajar menjadi manusia yang memanusiakan manusia. Bersyukur masih ada dosen yang welcome dan open mind meskipun itu hanya bisa dihitung jari. Tetapi sayangnya bukan bidang di akhir kuliah yang aku ambil. Rasanya menyesal, kecewa, sedih dan menyakitkan.

Apabila anda melaksanakan apa yang anda katakan maka anda tidak melakukan ini semua. Terimakasih atas tindakan yang diberikan kepada saya. Ini menjadi pelajaran hidup bagi saya.

Lagi-lagi saya kecewa dan membuat shock pada diri saya. Mengenai penempatan magang di suatu RS. Waktu itu saya mendapat RS yang interest bagi saya. Sayangnya, pengumuman dilakukan 2-3 minggu sebelum keberangkatan dan saya harus sidang proposal skripsi yang waktu itu jadwalnya mundur karena suatu kendala. Yang bikin saya shock setengah mati, biaya yang ditetapkan dirubah alias tidak subsidi silang. (Asli saya waktu itu bingung banget, antara mengundurkan diri, nasib skripsi yang mahal harganya, sampai saking gak tahannya saya nangis di ADAK karena ada pegawai yang ngatain saya ga becus buat surat padahal itu surat jelas-jelas uda dari sananya saya tinggal nyalin di waktu yang tidak tepat).

Saya intropeksi diri, akhirnya saya menetapkan tetap menerima di rumah sakit tersebut. Karena satu-satunya rumah sakit yang baik menurut saya. Dan ini kesempatan mencari ilmu yang Cuma datang 1 kali dalam hidup. Dan sangat susah prosesnya kalo misal mengundurkan diri karena waktu yang sudah mepet. Saya tahu saya akan menghabiskan uang yang dibilang bisa buat beli motor baru. Bahkan beasiswa prestasi yang rencana buat penelitian skripsi pun ludes. Lemes cin... hahaha  

Pulang dari RS masih dimarahin gara-gara telat (Sabarin aja, saya memaklumi karena beliau tidak tahu sebenarnya kejadian apa yang kami alami) Seninnya langsung kuliah PPG dan seminggu langsung ambil data terjun di masyarakat memakai sisa-sisa uang di ATM. Disini bareng adik tingkat (So dissapointing banget). Saya pada titik benar-benar kecewa banget.

Saya tiap hari mikir buat lanjutin skripsi, saya memutuskan untuk break 1 bulan dari dunia perkampusan. Harusnya bisa buat konsul tapi saya nulispun ga bisa (asli kecewa berat dan mikir banget gimana dapetin duit buat penelitian yang harus ada produknya (re:mahal).

Awal Februari ini saya baru bangun dan bergerak untuk menuntaskan ini semua. Sudah cukup istirahat 1 bulan bagi saya. Tentunya, pertama kali bertemu pembimbing ya dimarahin (karena beliau tidak tahu bahkan tidak ingin tahu apa yang sebenarnya mahasiswa alami jadi saya memakluminya. Saya menikmati setiap marahnya kala itu. Akhirnya saya revisi, entah ini sampai kapan. Yang jelas saya benar-benar dititik dimana saya kecewa yang memuncak.

Disini saya mengerti bahwa didunia ini hanya ada dua orang. Orang yang baiknya basa-basi dan orang yang baiknya pake banget.

Disisi lain saya belajar bagaimana mereka akting, tulus atau tidaknya dalam mendidik dan mengajar saya. Bagaimana cara menyikapi mahasiswa yang nantinya dapat kita contoh (yang patut kita contoh) ketika kita memutuskan untuk berkaris di pendidikan.

Dari sinilah saya belajar melihat mana dosen yang mengajar hanya demi tugas dan tanggungjawabnya saja sebagai pekerja dan dosen yang mengajar demi mahasiswanya dapat mengungguli beliau (tulus).

Banyak hal yang tidak dapat saya tuliskan. Kadang hal yang paling menyakitkan tidak dapat kita definisikan dalam kata-kata belaka.

15/02/2018
23.27


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pantai Gesing dan Ngularan (Teras Kaca) Trip

Hallo guys! Long time no see ya. Kali ini saya akan menyempatkan untuk blogging kembali. Edisi di tahun 2019 ini akan diawali di bulan April yaa. Akan banyak cerita perjalanan saya selama 3 bulan ini. Check this out! Pantai gesing   Nah kali ini saya akan sedikit cerita tentang pantai Gesing dan pantai Nguluran teras kaca yang sempat ngehit sampai sekarang bagi ganis (gadis instagram) di Yogyakarta. Setelah berkutat dengan kerjaan kantor dan barusan pulang dari Sumatera (wah edisi ini nanti ada cerita tersendiri ya) saya dan dua sahabat saya memutuskan secara mendadak untuk trip sehari di Gunung Kidul. Kita memilih di pantai yang dekat dengan Panggang karena jalannya lebih sepi tentunya tidak macet. Bagi warga Jogja yang sudah sering ke Gunung Kidul melewati Jalan Wonosari pasti tahu lah ya gimana rasanya weekend ke Gunung Kidul lewat Jalan Wonosari. Hehehe Kami dari Bantul berangkat pukul 09.00 menuju pantai Nguluran atau yang disebut pantai Teras Kac...

Aku bangga punya mama yang hebat.mama is best of the best :)

Hujan turun membasahi bumi. Percikan air terdengar di telingaku. Sang mentari nampak tak bergairah tuk muncul menerangi kehidupan pagi hari. Ku melangkah dengan tegar mengawali cakrawala kehidupan. Pagi itu sangat lamban, sangat terasa mengantuk dan malas. Namun kata mama kita harus melawan rasa malas yang menempel pada tubuh kita ini. Kita harus membuang jauh-jauh rasa malas itu. Karena rasa malas bagaikan sesuatu yang dapat menghancurkan semua harapan dan impian. Tetapi aku menghiraukannya. Walaupun mama memang benar tetapi aku memilih untuk tetap di kamar pada pagi itu. Darah terus mengalir, detak jantung terus melantun, nadi terus berdenyut, langkah terus berpadu dalam warna-warna kehidupan. Mama setiap hari menasehatiku tentang semua hal ini dan itu. Mama bilang kalau kita bertindak harus berfikir dua kali. Padahal aku selalu berfikir sebelum bertindak. Tetapi yang kurasakan aku tetap salah. Sampai-sampai aku berfikir bahwa ini sungguh tidak adil. Aku kadang merasa benci sam...