Jalan Parangtritis begitu padat
sore ini. Bahkan setiap perempatan lampu dihijaukan semua. Jalur kebarat dan
ketimur ditutup semua. Begitu riuhnya suasana sore itu. Aku berusaha menikmati
setiap suara-suara bising kendaraan berlalu lalang. Orang-orang yang menjajakan
tempat oleh-olehnya. Aku hanya terdiam seribu bahasa. Tak sedikitpun rasanya aku
bicara dijalan saat bersamamu itu. Hanya menjawab beberapa pertanyaan basa-basi
saja darimu. Lebih menikmati diam dan membalas inbox masuk dari teman-temanku hingga sampai pada sebuah tujuan.
Setelah urusan kami selesai, kami
pulang melewati jalan yang berbeda. Jalan yang tak seriuh kami berangkat tadi. Melewati
sawah-sawah yang begitu indah mempesona. Yang membuatku tak betah untuk
mengunci mulut ini. Apalagi kamu yang terus menanyakan banyak hal. Sepanjang
jalan yang penuh cerita bersamamu. Hingga berada di depan rumahku
Dan akhirnya yang diduga pun
terduga. Sebuah persepsi tentang sahabatmu itu. Persepsi yang membuatku semakin
resah dan gelisah. Persepsi yang membuatku jengkel. Tapi itu benar adanya. Tapi,
sahabatmu terlalu mengikuti alur ini. Aku mengetahuinya saat sahabatku
bercerita tentang sahabatmu yang mengikuti alur jalanku. Secara, waktu
diperjalanan tadi sahabatmu bersama sahabatku.
Untuk sahabatmu itu...
Setiap orang mempunyai persepsi
tentang kita. Semua orang bebas memberikan persepsi tentang kita. Tentang aku. Tentang
kamu. Itu hak kamu. Tapi, kadang kala sebuah persepsi yang salah akan membuat
kita marah, sedih, jengkel, bahkan kesal. Persepsi yang benar saja kadang bisa
menjengkelkan. Iya. Seperti persepsimu sore itu. Persepsi yang engkau katakan
pada sahabatku.
Untuk sahabatmu itu,
Hai kamu, betapa kamu mengerti
segala gerak-gerikku. Senyumku, wajahku yang menggambarkan memiliki rasa
berbeda dengannya. Sejak kapan kamu tahu? Dan kamu tahu, sejak pentas tahun
baru kemarin. Kamu betapa hebatnya masih mengingat ini semua. Aku saja sudah
tak begitu mengingatnya. Betapa kamu luangnya untuk terus mengamatiku. Hingga akhirnya
kamu memojokkanku, hanya akulah yang bahagia saat bersamanya. Hanya akulah yang
over memperhatikannya. Bagaimana dengannya? Kenapa kamu tidak mengamatinya? Asalkan
kamu tahu, aku bukanlah seperti yang engkau lihat. Hanya aku saja yang bergerak
tersenyum gila. Bagaimana dengan dia? Kamu tidak tahu kan? Please, jangan
Menjudge orang dari covernya saja.
Untuk sahabatmu itu,
Haii,, kamu tidak lelah untuk
terus mengamatiku? Memang aku tidak dekat dengan kamu. Tapi aku lebih dekat
dengannya. Salahkah aku dekat dengannya? Aku juga tidak mengharapkan kita
dekat. Entahlah apa yang membuat kita dekat. Mungkin, ada suatu insiden yang
membuat kami dekat. Dekat sebagai teman curhat, teman bercerita, teman berkeluh
kesah, teman tertawa bersama yang begitu sederhana yang jarang aku temukan.
Salahkah aku bersamanya? Hingga kamu
begitu mengamatiku? Jujur, diawal tidak ada niat dekat dengannya. Semua mengalir
begitu saja. Kita saling merespon saja.
Salah kah aku berteman dengannya?
Memang ada rasa yang berbeda setelah aku bersamanya. Salahkan aku lagi? Mau
mengejek lagi? Rasa itu muncul juga karenanya. Dia yang perhatian apa adanya.
Sudahlah, itu hanya persepsimu
belaka. Dan semua kuterima apa adanya.
Dari seseorang yang lelah menjadi secret admire mu yang takut kamu benci dan kamu permalukan :)
11.29
04/08/2014
Komentar
Posting Komentar